Selasa, 24 April 2012

anak SMA yang galau

Adalah sebuah peristiwa patah hati yang menjadikanku terinspirasi dan bangkit lewat tulisan. Adalah sebuah cerita haru tentang cinta remaja yang menjadikan aku harus bangkit dari luka dan duka. Bukan sebuah cerita tentang cinta setiga yang seolah sudah hafal kita membacanya, bukan pula sebuah pengkhianatan cinta atau perselingkuhan, itu terlalu menyakitkan kurasa. Ini hanya tentang masalah sederhana yang awalnya kupikir bukanlah sesuatu yang akan bisa menjadikan kita bercerai berai seperti ini. Hanya tentang perbedaan prinsip dan pandangan. Sesuatu yang kurasa amat biasa, namun ternyata itulah dasar dari semua hubungan yang ada didunia .
Ketika perbedaan seolah menjadi sebuah jurang curam yang tak sanggup kita satukan, dengan keegoisan masing-masing kita mempertahankan pendapat, tanpa ada yang mau toleran atau mengalah.
Kita memang hanya sepasang teman dalam tanda kutip, yang dengan lugu sama-sama saling berpikir untuk tidak pacaran. Namun pernah kita mencoba untuk menyatukan hubungan ini sama seperti layaknya kawula muda masa sekarang, tapi lagi-lagi itu tak benar-benar terjadi alias hanya menjadi candaan dalam persahabatan hangat yang membawa-bawa nama cinta. Kita saling malu kala teman-teman sepermainan kita memaksa, mendesak, atau mengatai kita telah berpacaran. Kita tidak terima dengan julukan itu, kita seolah anti dengan kata itu, karena merasa pacaran akan menjadikan lunturnya solidaritas masa SMA.
Tapi mungkinkan semua itu salah satu pertanda Tuhan jika kita memang bukanlah jodoh untuk selamanya? Tuhan menjadikan kita saling bersikukuh untuk tidak menyatukan perasaan.
Dalam bayang remang-remang ketidak jelasan kalimatmu, kau pernah bilang akulah istri mu masa depan. Haha, dulu aku berharap besar pada ucapmu itu, namun kini aku tahu bahwa setiap pria ataupun wanita bisa dengan mudah mengatakan itu pada pasangannya.
Tuhan, aku benar-benar ingin menangis menatap semua tempat-tempat itu, bukit itu, semua kenangan-kenangan berlebihan dan ‘alay’ masa remajaku. Dalam canda kami berharap, dalam marah kami berdoa, bahkan dalam tangis kami saling mengadu, persatuan jiwa yang pertama kali kurasakan dalam hidupku.
Kala itu aku memang sudah menginjak usia 17 tahun, usia dimana seorang gadis yang duduk dibangku SMA bisa dikatakan sudah matang dalam hal cinta monyet. Tapi begitukah dengan ku dan dia? Kenyataan nya tidak, aku malah baru pertama kali jatuh cinta sedalam itu pada lawan jenisku. Bukan berarti sebelum nya aku tak pernah jatuh cinta. Namun cintaku yang sebelumnya tak seperti ini, bahkan seumur hidupku aku tak pernah berpacaran. Mungkin semua gadis seumuranku akan merasa sedikit kaget mendengar ku belum pernah pacaran, sedangkan umumnya gadis SMA sudah pernah berpacaran lebih dari 3 kali atau bahkan sudah belasan kali. Dan ternyata Tuhan mempertemukan aku dengan pria yang sama tak jauh beda dengan latar belakangku. Dia juga belum pernah merasakan berpacaran, walau dia memang pernah dekat dengan seorang gadis.
Hah, inilah masa yang amat membingungkan. Ketika aku kehabisan kata-kata. Aku sedih mengingat semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar